Tuesday, January 1, 2008

Jalan (Masih) Panjang Membangun Gerakan Sosial (Jelang Kongres I Masyarakat Adat Mentawai)

oleh Frans R. Siahaan

Setelah cukup lama dinantikan, akhirnya perhelatan Kongres I (pertama) Masyarakat Adat Mentawai akan segera digelar pada tanggal 7-10 April 2006 nanti di Tuapejat. Kongres ini akan dihadiri oleh perwakilan dari 44 organisasi masyarakat adat (OMA) tingkat laggai/pulaggaijat/langgai (selanjutnya untuk memudahkan akan saya sebut dengan laggai), 4 OMA tingkat kecamatan, dan juga beberapa peninjau dari Kalimantan Barat, Aceh, Jakarta, dan Padang. Total peserta yang akan hadir dalam kongres nanti direncanakan sebanyak 254 orang di luar panitia.

Sejarah pengorganisasian Masyarakat Adat Mentawai dimulai pada bulan Juni 2002, pada saat Masyarakat Adat Mentawai melangsungkan dialog publik tentang demokratisasi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) Mentawai. Dialog publik ini dihadiri sebanyak 120 orang peserta dari pulau-pulau, dan beberapa perwakilan pemuda dan mahasiswa Mentawai yang ada di Padang dan Jakarta. Selesai pertemuan, semua peserta sepakat untuk membangun OMA yang legitimate, berakar dan berbasis dari komunitas-komunitas adat di laggai-laggai.

Pada saat itu juga disepakati bahwa OMA (tingkat kabupaten) tersebut untuk sementara diberi nama AMA-PM (Aliansi Masyarakat Adat Peduli Mentawai). Karena OMA harus memperoleh mandat dari komunitas-komunitas adat di laggai-laggai, maka OMA yang dibentuk masih bersifat ad hoc. Guna percepatan membangun OMA yang legitimate, maka saat itu disepakati untuk menetapkan dewan koordinator kecamatan yang tugas utamanya memfasilitasi pengorganisasian dan penguatan OMA di laggai-laggai untuk mendapatkan mandat pembentukan OMA tingkat kecamatan lewat musyawarah kecamatan, dan pembentukan OMA tingkat kabupaten lewat kongres.

Setelah hampir 3 tahun melakukan pengorganisasian, akhirnya sepanjang tahun 2004 hingga 2006 telah terbentuk 44 OMA di tingkat laggai. Kemudian, pada tahun 2005 juga telah terbentuk 4 OMA di tingkat kecamatan. Semua OMA tersebut telah mendapatkan mandat dari tiap anggota perorangan (individu) untuk OMA di tingkat laggai, dan mandat dari tiap lembaga untuk OMA di tingkat kecamatan (kumpulan OMA tingkat laggai). OMA di tingkat laggai dan kecamatan inilah yang nantinya akan menjadi peserta kongres I Masyarakat Adat Mentawai di Tuapejat.

Pada kongres ini, disamping akan merumuskan hal-hal yang berhubungan dengan kelembagaan, seperti visi dan misi, nilai-nilai, aturan-aturan, program kerja, keberlanjutan lembaga, dan tentunya kepengurusan OMA yang legitimate, maka sesungguhnya yang paling penting untuk didiskusikan adalah mendudukkan gagasan untuk membangun OMA yang kuat sebagai basis gerakan sosial di Mentawai. Gerakan sosial yang dimaksud disini adalah gerakan bersama dan terorganisir untuk mengusung agenda cita-cita perubahan di Mentawai. Cita-cita perubahan inilah yang melatarbelakangi gagasan terbentuknya AMA-PM pada Juni 2002 yang lalu, yaitu cita-cita adanya pengakuan akan hak-hak masyarakat adat Mentawai atas kehidupan sosial, ekonomi dan budaya, termasuk kedaulatan atas penguasaan hutan, tanah dan sumber-sumber penghidupan lainnya.

Dalam hal mendudukkan gagasan, saya berasumsi bahwa OMA di tingkat laggai dan kecamatan tidak lagi memiliki persoalan yang berarti. Asumsinya, persoalan gagasan sudah tuntas ketika tiap-tiap individu dan lembaga memutuskan untuk membangun dan bergabung dengan OMA di tingkat laggai dan kecamatan. Sekalipun demikian, menurut hemat saya internalisasi gagasan masih tetap perlu dibangun secara terus menerus untuk memastikan kesadaran gerakan. Tetapi berbeda halnya untuk OMA tingkat kabupaten yang akan dirumuskan pada kongres nanti. Mendudukkan persoalan gagasan merupakan hal yang paling penting dan kritis, karena OMA tingkat kabupaten ini merupakan organisasi payung bagi berbagai OMA yang berasal dari banyak laggai dan kecamatan, serta berasal dari berbagai latar belakang ideologi, asal usul, dan kepentingan yang boleh jadi berbeda. Salah satu diantaranya adalah munculnya kepentingan daerahisme yang mewujud dalam Siberutisme, Siporaisme, Pagaiisme, dan sebagainya.

Masih dalam mendudukkan gagasan, hal mendasar lainnya yang perlu didiskusikan peserta kongres adalah pijakan ideologi gerakan. Sebagai gerakan sosial, pijakan ideologi yang jelas akan menjadi dasar yang kuat untuk memperjuangkan tatanan relasi (hubungan) sosial-ekonomi-politik yang bersendikan pada keadilan sosial dan kedaulatan Masyarakat Adat Mentawai. Persoalan ideologi ini perlu dicermati para peserta kongres dengan cerdas, karena fakta menunjukkan bahwa ideologi kapitalisme dengan kebijakan neoliberalisme-nya bukan lagi hanya sekedar ancaman bagi Masyarakat Adat Mentawai, tetapi sekarang ini sudah terbukti melakukan pengepungan (enclosure-meminjam istilah Marx) terhadap sumber-sumber penghidupan Masyarakat Adat Mentawai di laggai-laggai lewat penjarahan dan penghancuran SDA.

Setelah persoalan gagasan (termasuk ideologi) menjadi jelas, maka yang perlu kemudian didiskusikan adalah strategi merebut dan memperkuat basis gerakan. Basis massa yang jelas dan kuat akan menjadi basis legitimasi bagi OMA untuk menyuarakan dan mendesakkan agenda perubahan yang dicita-citakan bersama. Tanpa basis massa, maka pihak lain akan memandangnya dengan sebelah mata dan tidak akan mendapat respon dari masyarakat banyak (stakeholders), dan boleh jadi akan kesepian dan anggotanya bosan serta menurun motivasinya, dan akhirnya organisasinya pun bubar dengan sendirnya. Disinilah peran pengorganisasian menjadi sangat penting.

Terkait dengan pengorganisasian, disamping hal-hal teknis, secara prinsip diperlukan orang-orang yang mampu mengorganisir dengan komitmen dan integritas yang tinggi, yaitu orang-orang yang mempunyai kemauan kuat untuk bertindak dan berbakti bagi Masyarakat Adat Mentawai, dan yang di mata masyarakat memiliki hidup yang lurus dan bukan menjadi penindas baru bagi Masyarakat Adat Mentawai.

Bagi saya, komitmen dan integritas merupakan persyaratan dasar untuk menjadi pemimpin yang akan dipilih pada kongres nanti. Pemimpin OMA tidaklah harus memiliki kapasitas yang hebat dengan keahlian dan kecerdasan yang tinggi, serta kemampuan orasi (bicara) yang meyakinkan. Karena persoalan kapasitas relatif lebih mudah untuk ditingkatkan, tetapi komitmen dan integritas hampir sangat sulit meningkatkannya. Sudah terbukti dalam perjalanan OMA atau organisasi-organisasi lainnya di laggai-laggai selama ini, telah terjadi penghianatan-penghianatan terhadap rakyat yang justeru dilakukan oleh para pemimpinnya.

Selanjutnya yang perlu didiskusikan peserta kongres nanti adalah strategi melokalisasi basis gerakan, yaitu dimana fokus wilayah gerakan dimulai (digalang). Sekalipun OMA ini nantinya berada di tingkat kabupaten, namun basis gerakan sebaiknya tetap berada di OMA tingkat laggai, yang diharapkan akan menjalar dan berkontribusi terhadap menguatnya OMA di tingkat kabupaten. Pertarungan di tingkat laggai memiliki peluang yang sangat besar untuk dimenangkan, karena kedaulatan ekonomi-sosial-politik masih bisa dibangun dan dipertahankan di laggai. Disamping itu, laggai memiliki parlemen lokal (Badan Perwakilan Desa), yang peluangnya lebih terbuka diadvokasi untuk menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada Masyarakat Adat Mentawai.

Seiring dengan advokasi di tingkat laggai, advokasi di tingkat kabupaten juga sangat strategis untuk didiskusikan, terutama advokasi kebijakan daerah (peraturan daerah-perda) yang berkaitan dengan keberadaan Masyarakat Adat Mentawai. Seperti perda tanah adat, hutan adat, rencana tata ruang wilayah (RTRW), dan sebagainya. Advokasi ini merupakan salah satu strategi untuk menghindari gerakan yang bersifat reaktif dan tidak kreatif

Hal penting lainnya yang perlu didiskusikan dalam kongres nanti adalah partisipasi kongrit anggota (pengorbanan tenaga dan dana), peningkatan kapasitas, dan membangun jaringan. Ketiga hal ini merupakan elemen penting untuk memobilisasi sumberdaya, membangun kepercayaan (trust), melobi dan mengkampanyekan isu, hingga memperoleh dukungan dari pihak lain. Yang jelas, jalan masih panjang untuk membangun OMA yang kuat, dan kongres nanti merupakan garis start yang bagus untuk membangun gerakan sosial demi cita-cita perubahan di Mentawai. Selamat berkongres kawan, GBU!

____________

Frans R. Siahaan adalah Deputi Direktur YCM, tulisan ini pernah dimuat dalam Tabloid Puailiggoubat, No. 93, 1-14 April 2006

No comments: