Tuesday, January 1, 2008

Hari Gini LKPj Masih Ngak Jujur?

oleh Frans R. Siahaan

Menyimak Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam pengalokasian dan penggunaan dana APBD selama kurun waktu tahun 2004, pastilah menimbulkan banyak pertanyaan. Terkesan kuat bahwa LKPJ yang disampaikan tidak akuntabel dan tidak transparan. Padahal akuntabilitas dan transparansi merupakan dua prinsip utama dalam tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance).

Secara sederhana, akuntabilitas diartikan sebagai pertanggungjawaban/tanggung gugat pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Dalam konteks ini yang diberi mandat adalah Bupati Mentawai, dan yang memberi mandat adalah Rakyat Mentawai. Dalam LKPj, prinsip akuntabilitas menuntut kemampuan menjawab (answerability) yang berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana Bupati dan aparatnya menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya keuangan telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, sederetan indikator terukur adalah keharusan. Indikator ini lah yang digunakan untuk mengukur kinerja Bupati dan aparatnya baik secara kualitatif maupun kuantitatif, sekaligus sebagai alat kegiatan pemantauan dan evaluasi sasaran kegiatan/program.

Dalam LKPJ Bupati Mentawai, ketidakjujuran dalam mencantumkan indikator ini menjadi faktor utama yang menjadikan LKPj ini menjadi tidak akuntabel. Ambil contoh misalnya, pembangunan irigasi di Desa Taikako dan Pogari dengan nilai proyek sebesar Rp. 1,585 milyar. Semestinya tujuan pembangunan irigasi ini adalah untuk meningkatkan produktivitas pertanian masyarakat setempat. Tetapi apa lacur, setelah irigasi selesai dibangun, yang terjadi kemudian adalah saluran irigasi tidak bisa difungsikan dan sawah masyarakat malah tidak terairi. Alih-alih meningkatkan produktivitas pertanian, yang terjadi kemudian adalah proses pemiskinan masyarakat setempat. Tapi anehnya, dalam LKPj Bupati disebutkan bahwa tingkat capaian indikator keluaran (output) sukses 100%. Betul bahwa indikator masukan (input) uang untuk program ini habis 95,01% atau Rp. 1,505 milyar lebih, tetapi faktanya indikator proses (process), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impact) program ini gagal total alias tingkat capaiannya 0%. Disinilah letak ketidakjujuran LKPj ini.

Dalam hal transparansi, LKPj seharusnya memuat pelaksanaan suatu program dan hasil-hasilnya secara jujur dan terbuka, dan diketahui oleh publik Mentawai. Pada LKPJ Bupati, tidak transparannya suatu program tampak sangat gamblang. Dalam program pembentukan dan pelatihan kelompok tani misalnya dianggarkan dana sebesar Rp. 629 juta lebih. Di LKPj disebutkan bahwa kedua program ini telah dilaksanakan masing-masing di 31 desa dan di 41 desa dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp. 550 juta lebih. Faktanya di banyak tempat pembentukan kelompok tani sama sekali tanpa bantuan fasilitasi dari Dinas Pertanian, tetapi atas inisiatif masyarakat sendiri. Hal ini bisa ditanyakan pada masyarakat di Desa Taikako, Saumangayak, Matobe dan di banyak tempat lainnya.

Demikian pula halnya program pelatihan kelompok tani. Di banyak tempat sama sekali tidak pernah dilakukan. Di Desa Matobe dan Pogari yang jaraknya hanya beberapa kilo meter saja dari ibukota kabupaten tempat berkantornya Dinas Pertanian, pelatihan sama sekali tidak pernah dilakukan di desa itu, apalagi di desa-desa yang jauh seperti di Siberut dan Pagai. Yang pernah ada hanyalah 1 kali pelatihan pertanian di Padang pada bulan Juli 2004, itu pun hanya diikuti sedikit kelompok tani, dan bahkan diikuti oleh mahasiswa. Pada akhirnya yang terjadi adalah dugaan program fiktif. Uangnya habis tapi program tidak sesuai dengan yang dilaporkan dalam LKPj, dan ujung-ujungnya adalah dugaan korupsi.

Contoh lainnya adalah program peningkatan jalan Simpang Mapadegat-Mapadegat tahap II dengan konstruksi rigid pavement sepanjang 3 km dengan nilai program sebesar Rp. 905 juta lebih. Dalam LKPj disebutkan bahwa proyek ini telah menghabiskan anggaran sebesar Rp. 881 juta lebih atau 97,38% dari anggaran yang direncanakan, dengan tingkat capaian indikator output dan outcome masing-masing 100%. Padahal apabila di-cek langsung di lapangan, ternyata peningkatan jalan konstruksi rigid pavement ini untuk Tahun Anggaran 2004 tidak sampai 3 km seperti yang disebutkan dalam LKPj, tetapi kurang dari 200 meter saja dengan lebar 2 meter.

Pada program pembuatan toponimi senilai Rp. 400 juta juga ditemukan ketidakjujuran serupa. Jika ouput-nya hanya sekedar peta lokasi kecamatan dan peta penyebaran pulau-pulau yang kemudian didokumentasikan dalam bentuk laporan dan CD, maka ada dugaan bahwa anggaran tersebut mengada-ngada alias digelembungkan (mark up).

Masih banyak contoh lainnya, tapi tulisan ini nanti bisa habis dimonopoli contoh, dan pihak redaksi akan kesulitan memuatnya. Yang jelas, tampaknya bahasa gaul tepat untuk menggambarkan situasi ini, hari gini LKPj masih ngak jujur?

Sikap tidak jujur seperti ini tidak akan pernah mencerdaskan dan memberdayakan rakyat Mentawai. Berapa lama lagi sih rakyat Mentawai dibohongi terus menerus? Bukankah ”kemerdekaan” Mentawai tahun 1999 bertujuan agar rakyat Mentawai tercerdaskan, terberdayakan, dan terpenuhi hak-haknya atas pembangunan? Mungkin telinga Anda akan ”merah” membaca tulisan ini. Tapi sudah terlalu lama ketidakjujuran ini terjadi. Cukup sudah, dan sekarang saatnya berubah. Yakinlah tidak akan pernah ada perubahan tanpa perbaikan, dan tidak akan pernah ada perbaikan tanpa ada orang yang mengingatkan (kritik). Sesungguhnya, kegagalan dalam menjalankan suatu program yang diakui secara jujur bukan berarti kiamat bagi jabatan Bupati dan jajarannya. Tetapi sebagai pembelajaran penting (lessons learned) untuk meningkatkan pelayanan publik pada tahun-tahun berikutnya.

Bagi DPRD, saya hanya mengingatkan saja, ini ujian kritis buat Anda untuk menjalankan fungsi pengawasan setelah dilantik. Rakyat Mentawai berharap banyak kepada Anda. Apa pun yang Anda temukan di lapangan sudah sepatutnya Anda sampaikan apa adanya kepada masyarakat lewat media-media yang ada. Kemudian setiap rapat-rapat pembahasan LKPj di gedung dewan haruslah terbuka, melibatkan kelompok-kelompok di luar pemerintah (non-goverment sector), dan dapat diakses dan dikritisi semua pihak. Prinsip yang paling penting, sebaiknya DPRD menilai LKPj Bupati secara objektif, bukan berdasakan suka dan tidak suka (like and dislike), dan tidak menjadikannya sebagai komoditas politik, apalagi jika sampai ada kesepakatan-kesepakatan di balik layar dengan eksekutif yang berbau politik uang (money politic). Kalau money politic terjadi, maka Anda telah turut serta dalam persekongkolan membohongi dan menghianati mandat rakyat Mentawai pada pemilu yang lalu. Dan jika situasinya demikian maka kelakuan Anda tidak jauh beda dengan anggota dewan yang lalu. Katakan yang benar itu adalah benar, dan katakan yang salah itu adalah salah. Sekali lagi, ini demi perubahan di Mentawai. Gitu loh!

____________

Frans R. Siahaan adalah Deputi Direktur YCM, tulisan ini pernah dimuat dalam Tabloid Puailiggoubat, No. 78, 15-30 Agustus 2005

No comments: